Rabu, 25 Januari 2012

Arabisasi?


Hari ini benar2 sitimewa. Aku berkesempatan melihat penampilan salah satu Ki Dalang eksentrik yang dimiliki Indonesia. (Yang pasti bukan Dalangnya OVJ). Yah, ga perlu sebut merek dah, yang penting orangnya asik dan kocak. Banyolannya sangat khas, selalu menyindir negerinya sendiri. Terkadang pula misuh (berkata kasar). Tapi anehnya dalam pisuhannya aku menemukan berbagai permenungan. Salah satunya saat ia menyinggung mengenai Islamisasi.

Ya, ya, ini topik yang memang menarik. Di negeri ini memang mayoritas rakyatnya memeluk Islam. Tapi mosok iya saking Islamnya (baca: fanatiknya), mata kita njuk jadi blawur, tidak bisa membedakan yang mana Islam, yang mana Arab? Islam sudah diterima baik2 lo di tanah Jawa. Agama lokal Kejawen bahkan "rela" meleburkan ajarannya dengan agama-agama impor, termasuk Islam. Sudah semestinya kan Islam menghormati sang tuan rumah?

Kalo kita lihat awal2nya, para wali justru sangat menghormati budaya Jawa, dan ingin agar Islam di Jawa adalah menjadi Islam Jawa, bukan Islam Arab. Sunan Kalijaga misalnya, dia berdakwah menggunakan wayang dan gamnelan yang mudah diterima masyarakat Jawa. Supaya apa? Supaya orang Jawa ya jadi Islam Jawa. Seperti orang Afrika ya jadi Islam Afrika, orang Eropa ya jadi Islam Eropa, dan seterusnya. Sunan Kalijaga sebenarnya sungguh merupakan tokoh Islam pelopor yang telah mampu meletakkan pondasi Islam yang baik di tanah Jawa. Bersinkretisme mesra dengan Kejawen. Dan merangkul hangat adat tradisi Jawa.

Eh la sekarang wong2 Jowo kok malah pada kurang ajar. Ora podo ngurmati tanah leluhure dewe. Dengan alasan sebagai Islam, maka praktek adat-tradisi Jawa disingkang2, diidak2, dipancal, diharamkan! Patung-patung kesenian pewayangan Jawa dibakar. Anak yang baru lahir tidak lagi dinamai dengan nama-nama Jawa. Kata-kata dalam percakapan sehari2 tidak lagi dengan bahasa Jawa. Semua yang berbau Jawa diganti Arab! Kualat tenan. Seakan lupa dengan sejarah terbentuknya Islam sendiri di tanah Jawa. La ya kalo begini benar saja Ki Dalang tadi bilang, "Yang sekarang ASI kalo ada arabisasi lama2 bisa jadi ASU. Air Susu Ummi."

Anehnya lagi, disaat terjadi westernisasi para tokoh lantang berteriak, "Ini modernisasi, bukan westernisasi." La sekarang kemana suara para tokoh itu? Cep klakep. Ga ada yang berani/ mau berbicara. Andaikan pun mereka tidak mendukung arabisasi, toh mereka juga tidak menolaknya. Patung dibakar, pemerintah diam. Kebatinan diharamkan, presiden diam.

Nah lo? Piye jal nek ngene iki? Pengen dadi Said, opo tetep dadi Jowo, dab? Nek misale kowe dadi ustadz/ustadzah kowe bakal ngomong opo: Saya ini InsyaAllah berhati Arab? Atau: Saya ini walaupun Islam, tetapi InsyaAllah berhati Jawa? Njelimet yo pitakonnku? Tapi sebelum dijawab, ijinkan saya nyuwun ngapura dulu. Karena sebelum anda-anda semua kualat, sepertinya saya tetap yang akan kualat duluan. Karena ilmu saya cetek. Saya ga tau apa-apa soal Jawa, soal Islam, apalagi soal Arab. Eh, tapi ini malah sok tau, berani mbahas tiga2nya sekaligus. Nyuwun ngapura nggih, saestu kula nyuwun ngapura..

2 komentar:

  1. Anak saya sekarang satu satunya yg masih bernama jawa diantara ratusan anak "arab" di sekolahnya

    BalasHapus
  2. Anak saya sekarang satu satunya yg masih bernama jawa diantara ratusan anak "arab" di sekolahnya

    BalasHapus